Mengontruksi Nilai-Nilai Cerita Sejarah Dalam Bentuk Teks Esplanasi

Mengontruksi Nilai-Nilai Cerita Sejarah Dalam Bentuk Teks Esplanasi

 


1. Mengidentifikasi Nilai-nilai Teks Cerita Sejarah

Karya sastra yang baik, selalu mengandung nilai (value). Nilai tersebut dikemas secara implisit dalam alur, latar, tokoh, dan tema. Nilai yang terkandung dalam cerita sejarah antara lain nilai-nilai budaya, nilai moral, nilai agama, nilai sosial, dan nilai estetis.

a. Nilai budaya

Nilai Budaya adalah nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan.

Contoh:

Dan bila orang mendarat dari pelayaran, entah dari jauh entahlah dekat, ia akan berhenti di satu tempat beberapa puluh langkah  dari dermaga. Ia akan mengangkat sembah di hadapannya berdiri Sela Baginda, sebuah tugu batu berpahat dengan prasasti peninggalan Sri Airlangga. Bila ia meneruskan langkahnya, semua saja jalanan besar yang dilaluinya, jalanan ekonomi sekaligus militer. Ia akan selalu berpapasan dengan pribumi yang berjalan tenang tanpa gegas, sekalipun di bawah matari terik.

Sumber: Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG, 2000

Nilai budaya dalam kutipan di atas adalah nilai budaya Timur yang mengajarkan hidup tenang, tidak terburu-buru, segala sesuatunya harus dihubungkan dengan alam.

b. Nilai moral/etik

Nilai moral/etikadalah nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika atau moral.

Contoh:

"Juga Sang Adipati Tuban Arya Teja Tumenggung Wilwatikta tidak bebas dari ketentuan Maha Dewa. Sang Hyang Widhi merestui barang siapa punya kebenaran dalam hatinya. Jangan kuatir. Kepala desa! Kurang tepat jawabanku, kiranya? Ketakutan selalu  jadi bagian  mereka yang tak berani mendirikan keadilan. Kejahatan selalu jadi bagian mereka yang mengingkari kebenaran maka melanggar keadilan. Dua-duanya busuk, dua-duanya sumber keonaran di atas bumi ini...;' clan ia teruskan wejangannya tentang kebenaran dan keadilan dan kedudukannya di tengah-tengah kehidupan manusia dan para dewa. Nilai moral dalam kutipan di atas adalah ketakutan membelakebenaran sama buruknya dengan kejahatan karena sama-sama melanggar  keadilan.



c. Nilai agama

Nilai agama, yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan atau bersumber pada nilai-nilai agama.

Contoh:

Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawakarta yang tidak dijaga terlampau ketat.

Segenap prajurit bersikap sangat ramah  kepada siapa pun karena memang demikian sikap  keseharian  mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana Sumber: Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi

Nilai agama dalam kutipan tersebut tampak pada aktivitas rakyat dari berbagai agama mendoakan Kertarajasa Jayawardhana yang sedang sakit.

d. Nilai sosial

Nilai sosial, yaitu nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.

Contoh:

Sebagian terbesar pengantar sumbangan, pria, wanita, tua, dan muda, menolak disuruh pulang. Mereka bermaksud menyumbangkan tenaga juga. Maka jadilah dapur raksasa pada malam itu juga. Menyusul kemudian datang bondongan gerobak mengantarkan kayu bakar dan minyak-minyakan. Dan api pun menyala dalam berpuluh tungku.

Dalam kutipan di atas, nilai sosial tampak pada tindakan menyumbang dan kesediaan untuk membantu pelaksanaan pesta perkawinan.

e. Nilai  estetis

Nilai  estetis yakni nilai yang berkaitan dengan keindahan, baik keindahan struktur pembangun cerita, fakta cerita, maupun teknik penyajian cerita.

Contoh:

Betapa megah dan indah bangunan itu karena terbuat dari bahan­bahan pilihan. Pilar-pilar kayunya atau semua bagian dari tiang saka, belandar bahkan sampai pada usuk diraut dari kayu jati pilihan dengan perhitungan bangunan itu sanggup melewati waktu puluhan tahun, bahkan diharap bisa tembus lebih dari seratus tahun. Tiang saka diukir indah warna-warni, kakinya berasal dari bahan batu merah penuh pahatan ukir mengambil tokoh-tokoh pewayangan, atau tokoh yang pernah ada bahkan masih hidup. Bangunan itu berbeda-beda bentuk atapnya, pun demikian dengan bentuk wajahnya. Halaman tiga istana utama itu diatur rapi dengan sepanjangjalan ditanami pohon tanjung, kesara, dan cempaka. Melingkar-lingkar di halaman adalah tanaman bunga perdu.

Sumber: Gajahmada: Bergelut dalam  Kemelut  Takhta  dan Angkara, Langit Kresna Hariadi.

Nilai estetis dalam kutipan tersebut terkait dengan teknik penyajian cerita. Teknik yang digunakan pengarang adalah teknik showing (deskriptif). Teknik ini efektif untuk menggambarkan suasana, tempat, waktu sehingga pembaca dapat membayangkan seolah-olah menyaksikan dan merasakan sendiri.

2. Teks Eksplanasi

Teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena, baik itu peristiwa alam, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan lainnya. Teks eksplanasi berisi fakta yang dapat menjawab pertanyaan tentang “bagaimana” dan “mengapa” suatu fenomena terjadi. Oleh sebab itu, tujuan utama teks eksplanasi adalah untuk memaparkan proses dan sebab terjadinya suatu fenomena. Penjelasan yang dipaparkan dalam teks eksplanasi berdasarkan bidang keilmuan (bersifat ilmiah) yang mengacu pada fakta, realita, teori, dan hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan.

Teks eksplanasi tersusun atas suatu struktur yang memudahkan kita dalam memahami isi teks. Adapun struktur teks eksplanasi adalah sebagai berikut.

a. Pernyataan umum

Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang dan tinjauan umum topik yang dapat berupa definisi, klasifikasi, sejarah, dan asal usul. Bagian dalam teks ini berupa gambaran secara umum tentang apa, mengapa, dan bagaimana proses peristiwa alam terjadi.

b. Deretan penjelas

Pada bagian ini berisi perincian proses atau sebab terjadinya suatu fenomena yang juga mencakup akibat dan dampak yang ditimbulkan.

c. Interpretasi

Bagian ini berisi penafsiran penulis mengenai topik dengan perspektif tertentu yang lebih luas dan menyeluruh, serta menjelaskan korelasi peristiwa yang menyertainya.

d. Simpulan

Pada bagian akhir teks terdapat tanggapan penulis dalam menyikapi fenomena berupa pernyataan reflektif yang bersifat umum.

3. Mengontruksi Nilai-nilai Teks Cerita Sejarah dalam Teks Ekspanasi  

Tinggal satu langkah lagi kalian dapat menyelesaikan modul ini, masih semangat, bukan? Perlu kalian ingat, menulis artikel hendaknya memerhatikan unsur kelengkapan paragraf dan kepaduannya.



Langkah-langkah agar dapat mengontruksi dengan baik.

a. Menentukan cerita sejarah

Pada tahap ini kalian menentukan cerita sejarah yang akan yang akan diidentifikasi nilai-nilainya.

b. Mengidentifikasi nilai-nilai cerita sejarah.

Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam karya tersebut yang akan dijadikan bahan untuk dikontruksi dalam teks eksplanasi.

c. Membuat kerangka tulisan.

Tahap ini dimaksudkan untuk membuat acuan mengontruksi.

d. Mengontruksi

Kegiatan mengontruksi nilai-nilai dalam teks cerita sejarah menjadi teks eksplanasi.

e. Menyunting/mengoreksi ulang

Mengoreksi ulang merupakan kegiatan melihat kembali  kesalahan baik teknis, maupun nonteknis serta dapat melihat hal-hal yang perlu ditambah atau dikurangi dari tulisan tersebut.

f. Menulis kembali.

Pada kegiatan ini dilakukan revisi terhadap tulisan setelah dilakukan penyuntingan.  Dengan demikian hasil tulisan akan menjadi lebih bagus.

g. Evaluasi

Tahap ini merupakan pemeriksaan untuk memastikan bahwa penulis telah mengontruksi sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah direncanakan.

Referensi

Bahasa Indonesia : Buku siswa kelas 10/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Indri Anatya Permatasari, M.Pd. : Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia.. Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN, 2020.

Kosasih, E. 2014. Jenis - Jenis Teks. Bandung : Yrama Widya.

Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG, 2000
Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi

Post a Comment

0 Comments